|
|
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat
Dosen
Pengampu: Prof. Marsigit.
Disusun oleh:
Muhammad Sopiyana 12703251010
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Daftar isi........................................................................................................ 1
Pendahuluan................................................................................................... 2
pembahasan:................................................................................................... 2
1.
Pembagian filosof yang menganut ilmu
yang tetap................................. 3
2. Pembagian filosof yang menganut ilmu yang
tidak tetap........................ 9
3.
Pemengah dari perdebatan aliran heraklintos dan permanindes.............. 15
4.
Filosof abad
modern................................................................................ 18
5.
Filsafat Postmo........................................................................................ 19
6.
Faham dan aliran
dalam filsafat.............................................................. 26
Kesimpulan.................................................................................................... 30
Daftar pustaka................................................................................................ 31
PENDAHULUAN
Filsafat ilmu pada zaman yunani kuno identik dengan ilmu
pengetahuan sehingga ilmu dan filsafat ilmu sulit dipisahkan, akan tetapi
kemudian bergeser mengikuti zamannya. Ketika abad pertengahan filsafat sering
dipengaruhi oleh dogma – dogma gereja, kemudian abad ke–15 muncul renaissans
dan abad ke–18 muncul aufklaerung yang membawa perubahan pandangan terhadap
filsafat.
Kemudian ilmu pengetahuan berkembang cepat yang merupakan
anak – anak dari filsafat itu sendiri hingga menjadi terspesialisasi dan sub –
spesialisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh dunia barat
menyentuh berbagai aspek kehidupan dan diciptakan untuk memudahkan kehidupan
manusia hingga abad 20, dan mejelang abad 21 ilmu menjadi sesuatu yang
subtansif dan yang menguasai kehidupan manusia.
Sampai pada akhirnya berbagai krisis terjadi dalam ilmu
pengetahuan dan menimbulkan anggapan bahwa suatu permasalahan manusia dapat
terselesaikan melalui disiplin ilmu mereka masing – masing ( solipsistic ).
Padahal itu tidaklah mungkin mampu mengatasi permasalahan yang ada, maka dari
itu perlu diketahui lagi untuk mempelajari lagi filsafat ilmu barat yang dalam
pandangannya mencoba untuk menggali kearifan ilmu itu sendiri dan dijiwai oleh
semangat renaisans dan aufklaerung dan sampai saat ini menjadi paradigma budaya
barat dan implikasi yang sangat luas serta mendalam.
Perkembangan filsafat barat dapat dibagi menjadi 4
periodisasi, yang pertama yaitu zaman yunani kuno yang bercirikan
pemikiran kosmosentris ( para filosof mempertanyakan kejadian semesta alam ). Kedua
yaitu zaman abad pertengahan dimana pemikiran para filosof masih banyak
dipengaruhi oleh dogma – dogma agama kristiani. Ketiga yaitu zaman
modern dimana filosof menjadikan manusia sebagai obyek analisi filsafat
sehingga bisa disebut sebagai zaman antroposentrisme. Keempat adalah
abad kontemporer yang logosentris menjadi pemikiran zaman ini, teks menjadi
sebuah tema sentral diskursus para filosof.
PEMBAHASAN
Pembgian menurut heraki ilmu yang tetap dan tidak tetap dalam hal ini
pembagiannya seperti dibawah ini yang dapat digambarkan melalui diagram:
Perminindes Heraklinton
Plato Socratos Aristoteles
E Dacolin Galileo Galilei Dr. home
Imanuel khan
Aguste comte
A. Pembagian filosof yang menganut ilmu yang tetap (Kalsic 540-475 SM):
1. Parmenides
Parmenides
adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Di dalam Mazhab Elea, Parmenides
merupakan tokoh yang paling terkenal. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan
Herakleitos sebab ia
berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah. Parmenides
menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Ada ratusan baris puisi Parmenides
yang masih tersimpan hingga kini. Puisi Parmenides terdiri dari prakata dan dua
bagian. Dua bagian tersebut masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran"
dan "Jalan Pendapat". Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran"
tersimpan secara lengkap, yakni 111 ayat. Bagian kedua, "Jalan
Pengetahuan", hanya tersimpan sebanyak 42 ayat.
Pemikiran tentang
"Yang Ada"
Inti utama dari "Jalan
Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada".
Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun
menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu
bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak
terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan
tidak dapat disangkal.
Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran
yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh
pada kontradiksi. Hal itu dapat
dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides. Pertama, orang
dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat
mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu
bersama-sama ada. Kedua pengandaian ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil,
sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat
dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan.
Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga
mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa
"yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti
mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu
tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.
Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat
digunakan contoh berikut ini. Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan
itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu
sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal
ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka
orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah
setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri
dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan demikian, Tuhan
sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam
pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan
bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu
tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan
dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada"
dengan pemikiran atau akal budi.
Setelah berargumentasi mengenai "yang ada"
sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:
·Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak
terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada
sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
·Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak
dapat dimusnahkan. Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan
tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang
ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau
"yang tidak ada" dapat menjadi ada.
·Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada"
itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan
semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga
mengisi semua tempat.
·Keempat, karena "yang ada" mengisi semua
tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong,
artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang
lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda
bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya
kosong.
Pengaruh
Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat
dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang
filsafat yang menyelidiki "yang ada". Filsafat di masa selanjutnya
akan bergumul dengan masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides, yakni
bagaimana pemikiran atau rasio dicocokkan dengan data-data inderawi. Plato dan Aristoteles adalah
filsuf-filsuf yang memberikan pemecahan untuk masalah-masalah tersebut. Plato
Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di
dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru
dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia,
"negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya
pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di
mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan
Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika
sedang menulis).
Ciri-ciri Karya-karya Plato
·
Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan
kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya
·
Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII,
Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis
dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu
perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
·
Adanya mite-mite
Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke
dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri
yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk
dialog.
Pandangan Plato tentang Ide-ide, Dunia Ide dan Dunia Indrawi
Idea-idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah
pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea
dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide
yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut
Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia,
melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari
realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri
sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea
dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada
akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea
tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui
segala idea yang ada.
Dunia Indrawi
Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup
benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita.
Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal.
Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.
Dunia Idea
Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka
bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi
dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di
dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada
barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai
"kebajikan" dan "kebenaran".
Pandangan Plato tentang Karya Seni dan Keindahan
Pandangan Plato tentang Karya Seni
Pandangan Plato tentang karya seni
dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat
jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya
seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato,
karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis)
dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih
indah daripada yang nyata ini.
Pandangan Plato tentang Keindahan
Pemahaman Plato tentang keindahan yang
dipengaruhi pemahamannya tentang dunia
indrawi, yang terdapat
dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya
terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas
dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap
saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan
semu dan merupakan
keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
B. Pembagian filosof yang
menganut ilmu yang tidak tetap (Kalsic 540-475 SM):
1. Parmenides
Parmenides adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Di dalam Mazhab Elea, Parmenides
merupakan tokoh yang paling terkenal. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan
Herakleitos sebab ia
berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah.
Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Ada
ratusan baris puisi Parmenides yang masih tersimpan hingga kini. Puisi
Parmenides terdiri dari prakata dan dua bagian. Dua bagian tersebut
masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran" dan "Jalan
Pendapat". Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran" tersimpan secara
lengkap, yakni 111 ayat. Bagian kedua, "Jalan Pengetahuan", hanya
tersimpan sebanyak 42 ayat.
Pemikiran tentang
"Yang Ada"
Inti utama dari "Jalan
Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada".
Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun
menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu
bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak
terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan
tidak dapat disangkal.
Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran
yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh
pada kontradiksi. Hal itu dapat
dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides. Pertama, orang
dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat
mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu
bersama-sama ada. Kedua pengandaian ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil,
sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat
dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan.
Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga
mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa
"yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti
mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu
tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.
Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat
digunakan contoh berikut ini. Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan
itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu
sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal
ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka
orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah
setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri
dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan demikian, Tuhan
sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam
pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan
bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu
tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan
dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada"
dengan pemikiran atau akal budi.
Setelah berargumentasi mengenai "yang ada"
sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:
·Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak
terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada
sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
·Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak
dapat dimusnahkan. Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan
tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang
ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau
"yang tidak ada" dapat menjadi ada.
·Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada"
itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan
semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga
mengisi semua tempat.
·Keempat, karena "yang ada" mengisi semua
tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong,
artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang
lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda
bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya
kosong.
Pengaruh
Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat
dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang
filsafat yang menyelidiki "yang ada". Filsafat di masa selanjutnya
akan bergumul dengan masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides, yakni
bagaimana pemikiran atau rasio dicocokkan dengan data-data inderawi. Plato dan Aristoteles adalah
filsuf-filsuf yang memberikan pemecahan untuk masalah-masalah tersebut.
2.
ARISTOTELES
Aristoteles lahir di Stagira, kota di
wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya
termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya
adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17
tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia
meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20
tahun.
Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan
menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat
Alexander berkuasa di tahun 336
SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia
kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan
politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari
Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates.
Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat
menekankan empirisme untuk
menekankan pengetahuan.
Pemikiran
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang
pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat
dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu
ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap
sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang
Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan
orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara
sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis,
dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang
bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin
tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak
dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang
dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan
sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai
penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang
kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani
sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles
adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang
bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia
menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang
menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan
dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah
ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
·
Setiap manusia
pasti akan mati (premis mayor).
·
Sokrates adalah
manusia (premis minor)
·
maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles
percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi
dan monarki.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka
dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana
kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti
Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang
prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika,
politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang
keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan
empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan
dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan
ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah
sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis
adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan
perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah
dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu
ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles
juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang
meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada
masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa
lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Pengaruh
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang
dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal
(common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan
hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori
tersebut dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada
umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total
karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat
berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya.
Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan
teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204),
dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198).
Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber
yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai
sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know",
sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
Aristoteles
yang mengemukakan tugas utama dari ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab –
penyebab objek yang diselidiki, kemudian di rumuskan keempat penyebab itu :
1)
Penyebab Material ( material cause ) : ini adalah bahan darimana benda
dibuat.
2)
Penyebab Formal ( formal cause ) : ini adalah bentuk penyusunan bahan.
3)
Penyebab Efisien ( efficient cause ) : ini adalah sumber – sumber
kejadian.
4)
Penyebab Final ( final cause ) : ini adalah tujuan yang menjadi arah
seluruh kejadian
3.
David Hume
David Hume (lahir 26 April 1711 – meninggal
25 Agustus 1776 pada umur 65
tahun) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan
sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun
kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai
sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History
of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70
tahun sampai Karya Macaulay.
Hume merupakan filsuf besar pertama dari era modern yang
membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini
sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran
manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam
doktrin 'Image of God'. Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam
kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang
berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal
di dalam'.
Hume sangat dipengaruhi oleh empirisis John Locke dan George Berkeley, dan juga
bermacam penulis berbahasa Perancis seperti Pierre Bayle, dan bermacam
figur dalam landasan intelektual berbahasa Inggris seperti Isaac Newton, Samuel Clarke, Francis Hutcheson, Adam Smith, dan Joseph Butler.
C. Penengah
dari perdebatan aliran heraklintos dan permanindes:
1. Sokrates
Pemikiran
Socrates
diperkirakan
lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu (stone
mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai
seorang bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan
metode kebidanan nantinya. Socrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe
dan dikaruniai tiga orang anak.
Secara historis, filsafat Socrates
mengandung pertanyaan karena Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan
buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates pada dasarnya
adalah berasal dari catatan oleh Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya.
Yang paling terkenal diantaranya adalah Socrates dalam dialog Plato dimana
Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga
sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana
gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya
muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan
sekali dalam Phaedrus
Socrates dikenal sebagai seorang yang
tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi
masyarakat Athena berdiskusi
soal filsafat. Dia melakukan
ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang
didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang
mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri
tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi
satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu
dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode
berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai
analogi seorang bidan yang membantu
kelahiran seorang bayi dengan caranya
berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan
mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada
orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang
diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates
membenarkan suara gaib tersebut
berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya
tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya
adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang
memunculkan rasa sakit hati terhadap Sokrates karena setelah penyelidikan itu
maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata
tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka duga mereka ketahui. Rasa sakit
hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Sokrates melalui
peradilan dengan tuduhan resmi merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang
sebenarnya dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis
dalam Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh
tahun dengan cara meminum racun sebagaimana
keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280
mendukung hukuman
mati dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana
ditulis dalam Krito, dengan bantuan para sahabatnya namun dia menolak atas
dasar kepatuhannya pada satu "kontrak" yang telah dia jalani dengan
hukum di kota Athena. Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan dengan
indah dalam Phaedo karya Plato. Kematian Socrates dalam ketidakadilan peradilan
menjadi salah satu peristiwa peradilan paling bersejarah dalam masyarakat Barat di samping
peradilan Yesus
Kristus.
Filosofi
Peninggalan pemikiran Socrates yang
paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi
absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran
pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya.
Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan
sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek
filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran
tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan
epistemologis di kemudian hari.
Pengaruh
Sumbangsih Socrates yang terpenting
bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode
elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji
konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber
etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.
Galileo Galilei adalah seorang astronom, filsuf, dan
fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Galileo
dilahirkan di Pisa, Tuscany pada tanggal 15 Februari 1564 sebagai anak
pertama dari Vincenzo Galilei, seorang matematikawan dan musisi asal
Florence, Giulia Ammannati. Ayahnya berharap kelak Galileo menjadi seorang
dokter karena gajinya begitu besar, berpuluh-puluh kali gaji ahli matematika.
|
Oleh karena itu, pada usia 17 tahun ia masuk Universitas
Pisa jurusan Kedokteran. Karena merasa bosan dengan ilmu kedokteran, Galileo
mempelajari matematika pada seorang guru di istana Tuscana, yakni Ostillo
Ricci. Galileo berhenti kuliah karena kekurangan biaya saat berusia 21 tahun.
Ia kembali ke Florence dan memulai karirnya sebagai pengarang. Karyanya
mengenai neraca hidrostatik (1586) dan pusat gaya berat pada benda (1589)
membuatnya menjadi begitu terkenal di seluruh Italia. Akhirnya, ia diangkat menjadi
dosen di Universitas Pisa. Kemudian ia pindah ke Universitas Padua untuk
mengajar geometri, mekanika, dan astronomi sampai tahun 1610. Pada tahun 1592
ia diangkat menjadi guru besar matematika di Universitas Padua.Sumbangan
penting Galileo berkaitan dengan bidang mekanika adalah mengenai benda yang
lebih berat jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang lebih ringan.
Galileo melakukan percobaan dengan menjatuhkan berbagai benda yang berbeda
ukuran maupun massanya (beratnya) dari menara pisa (Italia). Hasil percobaannya
menunjukan bahwa, baik benda berat maupun ringan jatuh pada kecepatan yang sama
kecuali sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran
udara.Penemuan Galileo lainnya adalah Hukum Kelembaman. Hukum ini menjelaskan
bahwa jika kekuatan melambat seperti misalnya pergeseran, dapat dihilangkan,
benda bergerak cenderung tetap bergerak lurus dengan laju tetap. Ini merupakan
prinsip penting yang telah berulang kali ditegaskan oleh Newton dan digabungkan
dengan sistemnya sendiri sebagai hukum gerak pertama salah satu prinsip vital dalam
ilmu pengetahuan.
Penemuan Galileo yang paling terkenal adalah di bidang
astronomi. Pada tahun 1608 Hans Lippershey, seorang ahli optika Belanda,
menemukan teleskop. Karena didorong oleh kehendak yang kuat untuk membuktikan
kebenaran gagasan Copernicus yang mengatakan bahwa matahari sebagai pusat tata
surya, maka Galileo menyempurnakan teleskopnya dengan kemampuan pembesaran 33
kali. Dengan demikian Galileo menjadi orang pertama yang mengamati langit menggunakan
teleskop. Dengan teleskopnya ini ia berhasil menemukan cincin Saturnus, empat
buah bulan Yupiter, gunung-gunung dan kawah di bulan sehingga ia menjadi begitu
terkenal di seluruh dunia hingga sekarang. Ia juga menemukan kenyataan bahwa
galaksi sebenarnya adalah gugusan bintang yang jumlahnya berjuta-juta. Galileo
juga merupakan salah satu orang Eropa pertama yang mengamati bintik matahari.
Selanjutnya, penelitiannya beralih ke planet Venus. Ia menemukan bahwa planet
Venus memiliki jangka yang sangat mirip dengan jangka bulan. Galileo meninggal
pada tahun 1642. Walaupun Galileo sudah meninggal, namun teori-teorinya hingga
kini tetap dipakai di seluruh dunia. Ia adalah orang pertama di dunia yang
menggunakan perhitungan matematika dalam menganalisis/ mempelajari mekanika. Ia
juga orang pertama yang menghubungkan fisika dan astronomi dengan matematika,
bukan dengan filsafat tradisional. Ia merupakan orang yang menemukan hukum
benda jatuh, hukum bandul, hukum gerak yang selanjutnya dirumuskan oleh Newton.
Ia juga penemu termometer, teleskop (teropong bintang), dan teori matematik
gerak parabola
D. Filosof abad modern (1724
– 1804) :
1. Immanuel Kant (1724 – 1804)
Imanuel
Kant berhasil menghentikan sufisme modern untuk menundukkan akan dan iman pada
kedudukan masing-masing. Imanuel Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu
pengetahuan melalui dua paham yang bertentangan, yaitu rasionalisme dan
empirisme. Beliau berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil kerjasama dua
unsur, yaitu pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman inderawi adalah
unsur a posteriori (yang akan dating) dan akal budi merupakan unsur a priori
(yang dating lebih dahulu). Kedua aliran ini hanya mengakui salah satu unsur
sebagai sumber pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketisakseimbangan
ini diselesaikan melalui tiga macam kebenaran, yaitu kebenaran akal budi
(verstand), kebenaran rasio (vernunft), dan kebenaran inderawi. Kemudian dari
akal budi dibedakan menjadi akal budi teoritis (membentuk pengetahuan intelek)
dan akal budi praktis (pengetahuan tentang perilaku moral, dan sumber perasaan
serta intuisi religius). Kant mencoba menempatkan moral sebagai problem utama
dalam filsafat. Bila sains dan akal tidak dapat diandalkan dalam mempelajari
agama, maka jalan selanjutnya adalah moral. Hal ini tertuang dalam karyanya
yang berjudul “kritik der praktischen vernunft” tentang moral adalah kata hati,
suara hati, perasaan, suatu prinsip yang a priori, suatu realitas yang amat
mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang tidak dapat dibedakan penentu
benar dan salah. Kata hati adalah categorical imperative (perintah tanpa syarat
yang ada di dalam kesadaran kita, yang pada akhirnya moral yang kita miliki
sifatnya menjadi absolute).
E. Filsafat
Postmo (1798-1857),
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era
modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuat teori, namun justru
menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang
tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai
kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari
modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit
menyeragamkan teori-teori Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari
moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah
sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang
belum selesai.
1. AUGUSTE COMTE
Auguste
Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di
lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah
menyelesaikan pendidikan di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte
melanjutkan pendidikannya di Ecole Polytechnique di Paris. Masa pendidikannya
di École Polytechnique dijalani selama dua tahun, antara 1814-16. Masa dua
tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di lembaga
pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu alam.
Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak angkat,
Henri de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan
matematika. Persahabatan ini bertahan hingga setahun sebelum kematian
Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang yang tidak mau diakui pengaruh
intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya pengaruh ini bahkan
terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama kebersamaannya
dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang
diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De
Maistre, yang karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya
besarnya, the Cours de Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive.
Selama lima belas tahun masa akhir hidupnya, Comte semakin terpisah dari
habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia meyakini dirinya sebagai
pembawa agama baru,yakni agama kemanusiaan.Pada saat Comte tinggal bersama
Saint-Simon, dia telah merencanakan publikasi karyanya tentang filsafat
positivisme yang diberi judul Plan de Travaux Scientifiques Necessaires pour
Reorganiser la Societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan kembali
Masyarakat). Tapi kehidupan akademisnya yang gagal menghalangi penelitiannya.
Dari rencana judul bukunya kita bisa melihat kecenderungan utama Comte adalah
ilmu sosial.Secara intelektual, kehidupan Comte dapat diklasifikasikan menjadi
tiga tahapan. Pertama, ketika dia bekerja dan bersahabat dengan Saint-Simon. Pada
tahap ini pemikirannya tentang sistem politik baru dimana fungsi pendeta abad
pertengahan diganti ilmuwan dan fungsi tentara dialihkan kepada industri. Tahap
kedua ialah ketika dia telah menjalani proses pemulihan mental yang disebabkan
kehidupan pribadinya yang tidak stabil. Pada tahap inilah, Comte melahirkan
karya besarnya tentang filsafat positivisme yang ditulis pada 1830-42.
Kehidupan Comte yang berpengaruh luas justru terletak pada separuh awal
kehidupannya.Tahap ketiga kehidupan intelektual Comte berlangsung ketika dia
menulis A Sytem of Positive Polity antara 1851-54. Dalam perjalanan sejarah,
alih-alih dikenal sebagai filosof, Comte lebih dikenal sebagai praktisi ilmu
sejarah dan pembela penerapan metode saintifik pada penjelasan dan prediksi tentang
institusi dan perilaku sosial. Pada 5 September 1857 tokoh yang sering disebut
sebagai bapak sosiologi modern ini meninggal dunia.
KELAHIRAN
FILSAFAT POSITIVISTIK.
Pada
dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal.
Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori
melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari. Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai pendekatan telah
dikenal sejak Yunani Kuno dan juga digunakan oleh Ibn al-Haytham dalam karyanya
Kitab al-Manazhir. Sekalipun demikian, konseptualisasi positivisme sebagai
sebuah filsafat pertama kali dilakukan Comte di abad kesembilan belas.
Dalam
karya besarnya, Comte mengklaim bahwa dari hasil studi tentang perkembangan
intelektual manusia sepanjang sejarah kita bisa menemukan hukum yang
mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages,
yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya, secara
berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis yang
bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia
berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan.
Dari tiga tahap pemikiran manusia ini, yang pertama mestilah menjadi titik awal
pemahaman manusia dalam memahami dunia. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap
akhir dan definitif dari intelektualitas manusia. Tahap kedua hanyalah menjadi tahap
transisi saja.Pengaruh terhadap pemikiran Comte tentang Hukum Tiga Tahap bisa
dilacak pada iklim intelektual abad delapan belas dimana banyak ilmuan sampai
pada simpulan tentang tahapan-tahapan sejarah. Beberapa diantara pemikir yang
berpengaruh adalah Turgot, Quesnay, Condorcet, dan Robertson yang berpandangan
tentang multi-tahap perkembangan ekonomi dalam sejarah manusia. Menjelang
penemuan Hukum Tiga Tahap, Comte telah akrab dengan skema yang mirip yang
diadopsi oleh Condorcet dari karya Turgot Second Discourse on Universal
History, dan oleh Saint-Simon dari Condorcet. Tentang tiga tahap perkembangan
Oleh
Comte, skema Turgot disebut sebagai hukum mendasar (great fundamental law) yang
secara pasti memengaruhi keseluruhan perkembangan intelektual manusia dalam
seluruh bidang pengetahuan.
Sebenarnya
kata positive tidak hanya digunakan oleh Comte. Kata ini telah umum digunakan
pada abad delapan belas, khususnya pada paruh kedua. Namun Comte adalah orang
yang bertanggung jawab atas penerapan positivisme pada filsafat. Filsafat
positivistik ini dibangun berdasarkan dua hal, yaitu filsafat kuno dan sains
modern (baca: capaian sains hingga zaman Comte). Dari filsafat kuno, Comte
meminjam pengertian Aristoteles tentang filsafat, yaitu konsep-konsep teoritis
yang saling berkaitan satu sama lain dan teratur. Dari sains modern, Comte
menggunakan ide positivistik a la Newton, yakni metode filsafati yang terbentuk
dari serangkaian teori yang memiliki tujuan mengorganisasikan realitas yang
tampak. Sebagaimana diakui Comte sendiri, ada kemiripan antara antara filsafat
positivistik (philosophie positive) dan filsafat alam (natural philosophy) di
Inggris. Pemilihan terhadap filsafat positivistik sebagai nama bagi sistem
pemikiran yang dibangunnya karena filsafat positivistik hanya mencoba untuk
menganalisis efek dari sebab-sebab sebuah fenomena dan menghubungkannya satu
sama lain.
PENGARUH
POSITIVISME COMTE.
Di
Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery,
yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan
lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang
mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik,
psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran
Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte
bagi banya filososf, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib.Namun
Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887
merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang
diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte
untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best
possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte
dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan
filsafat secara umum.
KRITIK
ATAS POSITIVISME.
Dalam
sejarahnya, positivisme dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap
segala sesuatu dengan menyatakan bahwa semua ”proses dapat direduksi menjadi
peristiwa-peristiwa fisiologis, fisika, atau kimia” dan bahwa ”proses-proses
sosial dapat direduksi ke dalam hubungan antar tindakan-tindakan individu” dan
bahwa ”organisme biologis dapat direduksi kedalam system fisika”. Kritik juga
dilancarkan oleh Max Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini
didasarkan atas dua hal, ketidaktepatan positivisme memahami aksi sosial dan
realitas sosial yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung
status quo. Kritik pertama berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal
memahami bahwa apa yang mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak
benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan produk dari
kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Positivisme mengabaikan
pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan
objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis
secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya
berpengaruh pada kondisi yang diteliti. Kritik kedua menunjuk positivisme tidak
memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif. Karakter
konservatif ini membuatnya populer di lingkaran politik tertentu.
Akibatnya, makna keilmuan selalu
bersifat "pragmatis” dan menjadi suatu pilihan sebagai alat (instrumen).
Comte untuk itu, berusaha mengkategorikan ilmu dalam enam kategori kegunaan
yang sifatnya praktis, yaitu:
a) Comte menempatkan ilmu pasti (matematika)
sebagai dasar bagi ilmu pengetahuan. Comte dengan begitu yakin menyatakan bahwa
hanya ilmu pastilah yang merupakan satu-satunya ilmu yang mempunyai kedudukan
obyektif. Hal ini disebabkan ilmu pasti memiliki sifat yang tetap, terbatas
pada akal, dan pasti melalui apa yang dilakukan dalam penyajian
"kalkulus"-nya. Menurutnya, melalui metode-metode ilmu pasti, orang
akan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya, yaitu ilmu
pengetahuan dalam tingkatnya yang "tepat dan sederhana" namun
obyektif (terukur secara pasti).
b) Ilmu perbintangan (astronomi) yang
berfungsi menyusun hukum-hukum ilmu pasti tersebut di atas dalam hubungan
dengan gejala benda-benda langit. Semua itu berhubungan dengan cara-cara
menerangkan bagaimana bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak benda-benda langit
seperti bintang, bumi, bulan, atau planet-planet lain yang semuanya berhubungan
dengan observasi langsung si subyek.
c) Ilmu alam (fisika). Menurutnya,
melalui observasi dan eksperimen, ilmu-ilmu fisika atau ilmu alam menunjukkan
hubungan-hubungan yang mengatur sifat umum benda yang dikaitkan dengan masa.
Hubungan-hubungan tersebut berada dalam keadaan yang memungkinkan molekulnya
tidak berobah sebagai suatu himpunan. Selanjutnya, Comte juga berusaha dengan
hukum ilmu fisika ini untuk meramalkan secara tepat semua gejala yang dapat
ditunjukkan oleh suatu benda yang dalam keadaan tertentu. Kegunaan paktis ilmu
alam atau fisika ini, karena sifat keteramalannya atas realitas obyeknya yang
bersifat tetap dan tidak berubah atau bergonta-ganti.
d) Ilmu kimia (chemistry) yang
berfungsi untuk membuktikan adanya keterkaitan yang luas di antara ilmu-ilmu
seperi dalam ilmu hayat (biologi) dan bahkan dengan sosiologi. Hubungan ini
tentu lebih luas dari ilmu alam. Metode yang digunakan dalam bidang ini adalah
observasi dan ekperimentasi.
e) Ilmu hayat (fisiologi atau biologi).
Jelasnya, pada tingkat ini, ilmu telah berhadapan secara langsung dengan
gejala-gejala kehidupan sebagai unsur yang lebih kompleks. Umumnya,
perkembangan ilmu pada tahap ini disertai dengan adanya perobahan, karenanya,
belum mencapai tahap yang tetap sebagai ilmu positif.
f) Ilmu tertinggi dalam ilmu positif
yaitu ilmu fisika sosial (sosiologi). Fisika sosial berfungsi untuk
menghadapkan ilmu pada hakikat kehidupan yang lebih kompleks, lebih konkret,
dan lebih khusus dalam ikatan dengan suatu kelompok manusia. Menurut Comte,
fisika sosial atau sosiologi merupakan suatu bidang yang meliputi segi-segi
yang statis maupun dinamis mengenai masyarakat. Justru itulah, Comte menunjukkan
bahwa metode yang terbaik untuk ini adalah observasi. Alasannya, setiap
pengetahuan selalu meminta kesaksian dan pembuktian yang jelas dan langsung.
Berdasarkan penggolongan di atas, Comte hendak menegaskan bahwa perkembangan
ilmu pengatahuan tidak akan menuju ke alam teori murni tetapi pragmatis dalam
arti positif, yaitu: nyata, bermanfaat, pasti, tepat, dan teramati. Windelband,
di kemudian hari, mengikuti pola pembagian ilmu dimaksud dengan menunjukkan
adanya dua golongan ilmu, yaitu; ilmu-ilmu alam sebagai nomotetik dan ilmu-ilmu
kebudayaan sebagai idiografik. Windelband, untuk itu, mendukung pandangan bahwa
ada dua tipe dasariah ilmu dengan suatu perbedaan jenis yang nyata di antara
keduanya.
F. Aliran
atau faham dalam filsafat
1. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam
filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan
dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
2.
Filsafat
analitik
Filsafat analitik
adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya
lingkaran Wina. Filsafat
analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan
utamanya adalah penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan
filsafat sains.
3.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak
mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah
salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat.
Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan
eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
4.
Hermeneutika
Hermeneutika (bahasa Yunani: Ερμηνεύω, hermēneuō: menafsirkan) adalah aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah melalui percobaan. Kata tersebut berhubungan
dengan dewa Hermes, dewa dalam mitologi Yunani yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini
juga dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian.
Hermeneutika umumnya dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab.
5. Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang
bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari
pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme
adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah
satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu
saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat
pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan
demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan
seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah
6. Idealisme
Idealime adalah sebuah istilah
yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan
ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan
abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.
7. Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah
hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori,
materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme
berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme
berseberangan dengan idealisme
8.
Anarkisme
Anarkisme atau dieja anarkhisme
yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan
penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan.
9. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa
orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan
sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme
merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan
tujuan hidup dan tindakan manusia.
KESIMPULAN
Dalam pembahasan
tentang sejarah filsafat barat yang di muali dari socratos, plato, dan teles
kita dapat mengetahui tentang pertentangan akal danpikiran dari berbagai ilmuan
diatas dan mereka memunculkan faham apa saja yang mereka anggap itu benar tanpa
ada kekangan dan ancaman dari fihak manapun. Dikarenakan dalam mengembangkan
ilmunya di daerah yjnani terdapat kebewbasan mengeluarkan fikirannya sehingga
para filoosof disana dapat memaksimalkan segala curahan dari pola piker mereka
dengan seluas-luasnya. Dalam hal ini pembagian keilmuan atau faham terdapat dua
pembagian yang di abat yunani kuno terdapat pertentangan antar fahama permindes
dan heraklinton, yang dapat saya jabarkan bahwa faham permindes itu adalah
faham yang menegaskan suatu ilmu pengetahuan itu tidak akan berubah dan yang
mengikuti faham ini adalah plato tentang idealismenya dan r tentang
rasionalismenyamereka berpandangan
bahawa ilmu itu tetap sampai sepanjang masa. Sedangkan heraklinto
menganggap ilmu itu dapat berubah atau tidak tetap dalam faham ini yang
mengikuti adalah aristoteles dengan realismenya dan davit home dengan
empirismenya yang menganggap bahwa ilmu itu dapat berubah dalam perdebatan ini muncullah dua orang yang menengahi yaitu socratos
dan Galileo galilei (abad 17) yang
menegahi pertentangan itu dan setelah itu muncullah sosok imanuelkan yang
mempunyai faham empirisme dan rasionalismenya yang mebuat suatu gebrakan di era
postmo. Dalam era ini imanuel tidak sendiri dia juga ada teman seper juangan
yang bernama aguste comte yang mpunyai faham positivismenya.