Senin, 03 Desember 2012

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN



PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

            Dalam sebuah gambar yang terstruktur dengan baik tentang herarki ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat tokoh yaitu imanuelkhan yang terhubung oleh aliran pemikirannya dalam bidang pendidikan ternyata imanuelkhan itu mengikuti beberapa faham yaitu:
1.              Logisme
2.              Intuisi
3.              Formalisem
4.              Empiris
5.              Falibisem
Dalam aliran itu terdapat beberapa aliran yang digunakan di Indonesia yaitu aliran yang sesuai dengan gaya pendidikan yang ada disini yaitu aliran falibisem dan kontruktifisme tapi dalam hal ini falibisem adalah yang paling menonjol yang digunkan di Indonesia, tapi dalam hal ini  Fallibilisme adalah prinsip filosofis bahwa manusia bisa salah, dengan kata lain Fallibilism menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan tidak bisa dipastikan dengan sepasti-pastinya. Selalu terdapat keraguan dalam sebuah pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan Indonesia sepertinya ragu untuk melangkah lebih lanjut tapi memang suatu itu tidak ada yang sempurna , tapi kaitannya dengan pendidikan apakah tidak lebih baik memakai kontrutifisme kalare hal ini lebih mengaju pada pembangunan ilmu atau padangan keilmuan yang dibangun sendiri oleh para siswa kita hanya memfasilitasi, seperti itu lebih baik dari pada falibisem karena falibisem ini lebeih menekankan pada siswa itu sebagai wadah bukan sebgai makluk hidup yang tumbuh dan berkembang karena hakikat makluk hidup itu adalah tumbuh dan berkembang dengan segala pengaruh yang ada dengan natifisme, konvergen dan lain –lain sehingga murit ini bisa mengembangkan bakatnya secara maksimal tanpa ada paksaan dari semua pihak. Dan pembelajaran untuk para siswa itu adalah dari yang kongkrit ke yang abstrak karena hal ini menggabarkan situai mereka yang menginginkan sesuatu itu yang nyata, kalau kita kasih dengan suatu gambaran yang abtrak siswa ini tak bisa paham. Dalam hal ini pembelajaran harus menggunakan praktek agar lebih mudah dipahami murdi, karena esensi murit adalah mengetahui dengan jelas suatu barang yang dipelajari buka Cuma gambaran yang tak konkrit.

makalah filsafat ilmu



SEJARAH FILSAFAT
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Filsafat ilmu
Dosen Pengampu: Marsigit




Disusun oleh:
Muhammad sopiyana/ 12703251010



JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012



DAFTAR ISI
Daftar isi........................................................................................................ 1
Pendahuluan................................................................................................... 2
pembahasan:................................................................................................... 2
1.      Pembagian filosof yang menganut ilmu yang tetap................................. 3
2.      Pembagian filosof yang menganut ilmu yang tidak tetap........................ 9
3.      Pemengah dari perdebatan aliran heraklintos dan permanindes.............. 15
4.      Filosof abad modern................................................................................ 18
5.      Filsafat Postmo........................................................................................ 19
6.      Faham  dan aliran dalam filsafat.............................................................. 26
Kesimpulan.................................................................................................... 30
Daftar pustaka................................................................................................ 31
           



PENDAHULUAN

Filsafat ilmu pada zaman yunani kuno identik dengan ilmu pengetahuan sehingga ilmu dan filsafat ilmu sulit dipisahkan, akan tetapi kemudian bergeser mengikuti zamannya. Ketika abad pertengahan filsafat sering dipengaruhi oleh dogma – dogma gereja, kemudian abad ke–15 muncul renaissans dan abad ke–18 muncul aufklaerung yang membawa perubahan pandangan terhadap filsafat.
Kemudian ilmu pengetahuan berkembang cepat yang merupakan anak – anak dari filsafat itu sendiri hingga menjadi terspesialisasi dan sub – spesialisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh dunia barat menyentuh berbagai aspek kehidupan dan diciptakan untuk memudahkan kehidupan manusia hingga abad 20, dan mejelang abad 21 ilmu menjadi sesuatu yang subtansif dan yang menguasai kehidupan manusia.
Sampai pada akhirnya berbagai krisis terjadi dalam ilmu pengetahuan dan menimbulkan anggapan bahwa suatu permasalahan manusia dapat terselesaikan melalui disiplin ilmu mereka masing – masing ( solipsistic ). Padahal itu tidaklah mungkin mampu mengatasi permasalahan yang ada, maka dari itu perlu diketahui lagi untuk mempelajari lagi filsafat ilmu barat yang dalam pandangannya mencoba untuk menggali kearifan ilmu itu sendiri dan dijiwai oleh semangat renaisans dan aufklaerung dan sampai saat ini menjadi paradigma budaya barat dan implikasi yang sangat luas serta mendalam.
Perkembangan filsafat barat dapat dibagi menjadi 4 periodisasi, yang pertama yaitu zaman yunani kuno yang bercirikan pemikiran kosmosentris ( para filosof mempertanyakan kejadian semesta alam ). Kedua yaitu zaman abad pertengahan dimana pemikiran para filosof masih banyak dipengaruhi oleh dogma – dogma agama kristiani. Ketiga yaitu zaman modern dimana filosof menjadikan manusia sebagai obyek analisi filsafat sehingga bisa disebut sebagai zaman antroposentrisme. Keempat adalah abad kontemporer yang logosentris menjadi pemikiran zaman ini, teks menjadi sebuah tema sentral diskursus para filosof.


PEMBAHASAN
Pembgian menurut heraki ilmu yang tetap dan tidak tetap dalam hal ini pembagiannya seperti dibawah ini yang dapat digambarkan melalui diagram:
Perminindes                                          Heraklinton

     Plato                  Socratos                Aristoteles
           
E Dacolin          Galileo Galilei            Dr. home


               Imanuel khan

               Aguste comte
A.    Pembagian filosof yang menganut ilmu yang tetap (Kalsic 540-475 SM):

1.       Parmenides
Parmenides adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Di dalam Mazhab Elea, Parmenides merupakan tokoh yang paling terkenal. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah. Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Ada ratusan baris puisi Parmenides yang masih tersimpan hingga kini. Puisi Parmenides terdiri dari prakata dan dua bagian. Dua bagian tersebut masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran" dan "Jalan Pendapat". Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran" tersimpan secara lengkap, yakni 111 ayat. Bagian kedua, "Jalan Pengetahuan", hanya tersimpan sebanyak 42 ayat.
Pemikiran tentang
"Yang Ada"
Inti utama dari "Jalan Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada". Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.
Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh pada kontradiksi. Hal itu dapat dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides. Pertama, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu bersama-sama ada. Kedua pengandaian ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil, sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan. Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa "yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.
Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat digunakan contoh berikut ini. Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan demikian, Tuhan sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada" dengan pemikiran atau akal budi.
Setelah berargumentasi mengenai "yang ada" sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:
·Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
·Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan. Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau "yang tidak ada" dapat menjadi ada.
·Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada" itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga mengisi semua tempat.
·Keempat, karena "yang ada" mengisi semua tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong, artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya kosong.
Pengaruh
Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang ada". Filsafat di masa selanjutnya akan bergumul dengan masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides, yakni bagaimana pemikiran atau rasio dicocokkan dengan data-data inderawi. Plato dan Aristoteles adalah filsuf-filsuf yang memberikan pemecahan untuk masalah-masalah tersebut.  Plato
Plato (lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis).

Ciri-ciri Karya-karya Plato

·         Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya
·         Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
·         Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi
Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk dialog.

Pandangan Plato tentang Ide-ide, Dunia Ide dan Dunia Indrawi

Idea-idea

Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.

Dunia Indrawi

Dunia indrawi adalah dunia yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat dirasakan oleh panca indera kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan dalam dunia indrawi ini. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat mati.

Dunia Idea

Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai "kebajikan" dan "kebenaran".

Pandangan Plato tentang Karya Seni dan Keindahan

Pandangan Plato tentang Karya Seni

Pandangan Plato tentang karya seni dipengaruhi oleh pandangannya tentang ide. Sikapnya terhadap karya seni sangat jelas dalam bukunya Politeia (Republik). Plato memandang negatif karya seni. Ia menilai karya seni sebagai mimesis mimesos. Menurut Plato, karya seni hanyalah tiruan dari realita yang ada. Realita yang ada adalah tiruan (mimesis) dari yang asli. Yang asli itu adalah yang terdapat dalam ide. Ide jauh lebih unggul, lebih baik, dan lebih indah daripada yang nyata ini.

Pandangan Plato tentang Keindahan

Pemahaman Plato tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang terdapat dalam Philebus. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia ide. Ia berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam semesta ini hanyalah keindahan semu dan merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.



B.     Pembagian filosof yang menganut ilmu yang tidak tetap (Kalsic 540-475 SM):
1.      Parmenides
Parmenides adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea. Di dalam Mazhab Elea, Parmenides merupakan tokoh yang paling terkenal. Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah.
Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi. Ada ratusan baris puisi Parmenides yang masih tersimpan hingga kini. Puisi Parmenides terdiri dari prakata dan dua bagian. Dua bagian tersebut masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran" dan "Jalan Pendapat". Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran" tersimpan secara lengkap, yakni 111 ayat. Bagian kedua, "Jalan Pengetahuan", hanya tersimpan sebanyak 42 ayat.
Pemikiran tentang
"Yang Ada"
Inti utama dari "Jalan Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada". Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.
Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh pada kontradiksi. Hal itu dapat dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides. Pertama, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu bersama-sama ada. Kedua pengandaian ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil, sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan. Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa "yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.
Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat digunakan contoh berikut ini. Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan demikian, Tuhan sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada" dengan pemikiran atau akal budi.
Setelah berargumentasi mengenai "yang ada" sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:
·Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
·Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan. Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau "yang tidak ada" dapat menjadi ada.
·Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada" itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga mengisi semua tempat.
·Keempat, karena "yang ada" mengisi semua tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong, artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya kosong.
Pengaruh
Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani. Dapat dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang ada". Filsafat di masa selanjutnya akan bergumul dengan masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides, yakni bagaimana pemikiran atau rasio dicocokkan dengan data-data inderawi. Plato dan Aristoteles adalah filsuf-filsuf yang memberikan pemecahan untuk masalah-masalah tersebut.
2.      ARISTOTELES
Aristoteles lahir di Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Yunani (dahulunya termasuk wilayah Makedonia tengah) tahun 384 SM. Ayahnya adalah tabib pribadi Raja Amyntas dari Makedonia. Pada usia 17 tahun, Aristoteles menjadi murid Plato. Belakangan ia meningkat menjadi guru di Akademi Plato di Athena selama 20 tahun. Aristoteles meninggalkan akademi tersebut setelah Plato meninggal, dan menjadi guru bagi Alexander dari Makedonia. Saat Alexander berkuasa di tahun 336 SM, ia kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya sampai tahun 323 SM. Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates. Aristoteles meninggal tak lama setelah pengungsian tersebut. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan.


Pemikiran
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam.
Berlawanan dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda, Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis. Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos, yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis):
·     Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
·     Sokrates adalah manusia (premis minor)
·     maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam kenyataan. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Pengaruh
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut dianggap masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
                Aristoteles yang mengemukakan tugas utama dari ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab – penyebab objek yang diselidiki, kemudian di rumuskan keempat penyebab itu :
1)      Penyebab Material ( material cause ) : ini adalah bahan darimana benda dibuat.
2)      Penyebab Formal ( formal cause ) : ini adalah bentuk penyusunan bahan.
3)      Penyebab Efisien ( efficient cause ) : ini adalah sumber – sumber kejadian.
4)      Penyebab Final ( final cause ) : ini adalah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian
3.      David Hume
David Hume (lahir 26 April 1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.
Hume merupakan filsuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin 'Image of God'. Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam'.
Hume sangat dipengaruhi oleh empirisis John Locke dan George Berkeley, dan juga bermacam penulis berbahasa Perancis seperti Pierre Bayle, dan bermacam figur dalam landasan intelektual berbahasa Inggris seperti Isaac Newton, Samuel Clarke, Francis Hutcheson, Adam Smith, dan Joseph Butler.
C.    Penengah dari perdebatan aliran heraklintos dan permanindes:
1.      Sokrates 
Pemikiran
Socrates diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu (stone mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai seorang bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan nantinya. Socrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak.
Secara historis, filsafat Socrates mengandung pertanyaan karena Socrates sediri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan oleh Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya. Yang paling terkenal diantaranya adalah Socrates dalam dialog Plato dimana Plato selalu menggunakan nama gurunya itu sebagai tokoh utama karyanya sehingga sangat sulit memisahkan mana gagasan Socrates yang sesungguhnya dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sorates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus
Socrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkelilingi mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.
Cara berfilsatnya inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Sokrates karena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka duga mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan resmi merusak generasi muda, sebuah tuduhan yang sebenarnya dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito, dengan bantuan para sahabatnya namun dia menolak atas dasar kepatuhannya pada satu "kontrak" yang telah dia jalani dengan hukum di kota Athena. Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan dengan indah dalam Phaedo karya Plato. Kematian Socrates dalam ketidakadilan peradilan menjadi salah satu peristiwa peradilan paling bersejarah dalam masyarakat Barat di samping peradilan Yesus Kristus.
Filosofi
Peninggalan pemikiran Socrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari.
Pengaruh
Sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.

2.      Galileo Galilei

Galileo Galilei adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah. Galileo dilahirkan di Pisa, Tuscany pada tanggal 15 Februari 1564 sebagai anak pertama dari Vincenzo Galilei, seorang matematikawan dan musisi asal Florence, Giulia Ammannati. Ayahnya berharap kelak Galileo menjadi seorang dokter karena gajinya begitu besar, berpuluh-puluh kali gaji ahli matematika.
Oleh karena itu, pada usia 17 tahun ia masuk Universitas Pisa jurusan Kedokteran. Karena merasa bosan dengan ilmu kedokteran, Galileo mempelajari matematika pada seorang guru di istana Tuscana, yakni Ostillo Ricci. Galileo berhenti kuliah karena kekurangan biaya saat berusia 21 tahun. Ia kembali ke Florence dan memulai karirnya sebagai pengarang. Karyanya mengenai neraca hidrostatik (1586) dan pusat gaya berat pada benda (1589) membuatnya menjadi begitu terkenal di seluruh Italia. Akhirnya, ia diangkat menjadi dosen di Universitas Pisa. Kemudian ia pindah ke Universitas Padua untuk mengajar geometri, mekanika, dan astronomi sampai tahun 1610. Pada tahun 1592 ia diangkat menjadi guru besar matematika di Universitas Padua.Sumbangan penting Galileo berkaitan dengan bidang mekanika adalah mengenai benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang lebih ringan. Galileo melakukan percobaan dengan menjatuhkan berbagai benda yang berbeda ukuran maupun massanya (beratnya) dari menara pisa (Italia). Hasil percobaannya menunjukan bahwa, baik benda berat maupun ringan jatuh pada kecepatan yang sama kecuali sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran udara.Penemuan Galileo lainnya adalah Hukum Kelembaman. Hukum ini menjelaskan bahwa jika kekuatan melambat seperti misalnya pergeseran, dapat dihilangkan, benda bergerak cenderung tetap bergerak lurus dengan laju tetap. Ini merupakan prinsip penting yang telah berulang kali ditegaskan oleh Newton dan digabungkan dengan sistemnya sendiri sebagai hukum gerak pertama salah satu prinsip vital dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan Galileo yang paling terkenal adalah di bidang astronomi. Pada tahun 1608 Hans Lippershey, seorang ahli optika Belanda, menemukan teleskop. Karena didorong oleh kehendak yang kuat untuk membuktikan kebenaran gagasan Copernicus yang mengatakan bahwa matahari sebagai pusat tata surya, maka Galileo menyempurnakan teleskopnya dengan kemampuan pembesaran 33 kali. Dengan demikian Galileo menjadi orang pertama yang mengamati langit menggunakan teleskop. Dengan teleskopnya ini ia berhasil menemukan cincin Saturnus, empat buah bulan Yupiter, gunung-gunung dan kawah di bulan sehingga ia menjadi begitu terkenal di seluruh dunia hingga sekarang. Ia juga menemukan kenyataan bahwa galaksi sebenarnya adalah gugusan bintang yang jumlahnya berjuta-juta. Galileo juga merupakan salah satu orang Eropa pertama yang mengamati bintik matahari. Selanjutnya, penelitiannya beralih ke planet Venus. Ia menemukan bahwa planet Venus memiliki jangka yang sangat mirip dengan jangka bulan. Galileo meninggal pada tahun 1642. Walaupun Galileo sudah meninggal, namun teori-teorinya hingga kini tetap dipakai di seluruh dunia. Ia adalah orang pertama di dunia yang menggunakan perhitungan matematika dalam menganalisis/ mempelajari mekanika. Ia juga orang pertama yang menghubungkan fisika dan astronomi dengan matematika, bukan dengan filsafat tradisional. Ia merupakan orang yang menemukan hukum benda jatuh, hukum bandul, hukum gerak yang selanjutnya dirumuskan oleh Newton. Ia juga penemu termometer, teleskop (teropong bintang), dan teori matematik gerak parabola
D.    Filosof abad modern (1724 – 1804) :
1.      Immanuel Kant (1724 – 1804)
Imanuel Kant berhasil menghentikan sufisme modern untuk menundukkan akan dan iman pada kedudukan masing-masing. Imanuel Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan melalui dua paham yang bertentangan, yaitu rasionalisme dan empirisme. Beliau berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yaitu pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman inderawi adalah unsur a posteriori (yang akan dating) dan akal budi merupakan unsur a priori (yang dating lebih dahulu). Kedua aliran ini hanya mengakui salah satu unsur sebagai sumber pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketisakseimbangan ini diselesaikan melalui tiga macam kebenaran, yaitu kebenaran akal budi (verstand), kebenaran rasio (vernunft), dan kebenaran inderawi. Kemudian dari akal budi dibedakan menjadi akal budi teoritis (membentuk pengetahuan intelek) dan akal budi praktis (pengetahuan tentang perilaku moral, dan sumber perasaan serta intuisi religius). Kant mencoba menempatkan moral sebagai problem utama dalam filsafat. Bila sains dan akal tidak dapat diandalkan dalam mempelajari agama, maka jalan selanjutnya adalah moral. Hal ini tertuang dalam karyanya yang berjudul “kritik der praktischen vernunft” tentang moral adalah kata hati, suara hati, perasaan, suatu prinsip yang a priori, suatu realitas yang amat mengherankan dalam diri manusia, perasaan yang tidak dapat dibedakan penentu benar dan salah. Kata hati adalah categorical imperative (perintah tanpa syarat yang ada di dalam kesadaran kita, yang pada akhirnya moral yang kita miliki sifatnya menjadi absolute).
E.     Filsafat Postmo (1798-1857),
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuat teori, namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, modernisme adalah pemutusan secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard, bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori Bagi David Graffin, Postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari moderinisme. Lalu bagi Giddens, itu adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak. Yang terakhir, bagi Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai.
 1. AUGUSTE COMTE
Auguste Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah menyelesaikan pendidikan di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte melanjutkan pendidikannya di Ecole Polytechnique di Paris. Masa pendidikannya di École Polytechnique dijalani selama dua tahun, antara 1814-16. Masa dua tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di lembaga pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu alam. Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak angkat, Henri de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan matematika. Persahabatan ini bertahan hingga setahun sebelum kematian Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang yang tidak mau diakui pengaruh intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya pengaruh ini bahkan terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama kebersamaannya dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De Maistre, yang karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya besarnya, the Cours de Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive. Selama lima belas tahun masa akhir hidupnya, Comte semakin terpisah dari habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia meyakini dirinya sebagai pembawa agama baru,yakni agama kemanusiaan.Pada saat Comte tinggal bersama Saint-Simon, dia telah merencanakan publikasi karyanya tentang filsafat positivisme yang diberi judul Plan de Travaux Scientifiques Necessaires pour Reorganiser la Societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan kembali Masyarakat). Tapi kehidupan akademisnya yang gagal menghalangi penelitiannya. Dari rencana judul bukunya kita bisa melihat kecenderungan utama Comte adalah ilmu sosial.Secara intelektual, kehidupan Comte dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan. Pertama, ketika dia bekerja dan bersahabat dengan Saint-Simon. Pada tahap ini pemikirannya tentang sistem politik baru dimana fungsi pendeta abad pertengahan diganti ilmuwan dan fungsi tentara dialihkan kepada industri. Tahap kedua ialah ketika dia telah menjalani proses pemulihan mental yang disebabkan kehidupan pribadinya yang tidak stabil. Pada tahap inilah, Comte melahirkan karya besarnya tentang filsafat positivisme yang ditulis pada 1830-42. Kehidupan Comte yang berpengaruh luas justru terletak pada separuh awal kehidupannya.Tahap ketiga kehidupan intelektual Comte berlangsung ketika dia menulis A Sytem of Positive Polity antara 1851-54. Dalam perjalanan sejarah, alih-alih dikenal sebagai filosof, Comte lebih dikenal sebagai praktisi ilmu sejarah dan pembela penerapan metode saintifik pada penjelasan dan prediksi tentang institusi dan perilaku sosial. Pada 5 September 1857 tokoh yang sering disebut sebagai bapak sosiologi modern ini meninggal dunia.
KELAHIRAN FILSAFAT POSITIVISTIK.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno dan juga digunakan oleh Ibn al-Haytham dalam karyanya Kitab al-Manazhir. Sekalipun demikian, konseptualisasi positivisme sebagai sebuah filsafat pertama kali dilakukan Comte di abad kesembilan belas.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa dari hasil studi tentang perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah kita bisa menemukan hukum yang mendasarinya. Hukum ini, yang kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages, yang setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya, secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif, kondisi metafisis yang bercorak abstrak, dan saintifik atau positive. Bagi Comte, pikiran manusia berkembang dengan melewati tiga tahap filsafati, yang berbeda dan berlawanan. Dari tiga tahap pemikiran manusia ini, yang pertama mestilah menjadi titik awal pemahaman manusia dalam memahami dunia. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap akhir dan definitif dari intelektualitas manusia. Tahap kedua hanyalah menjadi tahap transisi saja.Pengaruh terhadap pemikiran Comte tentang Hukum Tiga Tahap bisa dilacak pada iklim intelektual abad delapan belas dimana banyak ilmuan sampai pada simpulan tentang tahapan-tahapan sejarah. Beberapa diantara pemikir yang berpengaruh adalah Turgot, Quesnay, Condorcet, dan Robertson yang berpandangan tentang multi-tahap perkembangan ekonomi dalam sejarah manusia. Menjelang penemuan Hukum Tiga Tahap, Comte telah akrab dengan skema yang mirip yang diadopsi oleh Condorcet dari karya Turgot Second Discourse on Universal History, dan oleh Saint-Simon dari Condorcet. Tentang tiga tahap perkembangan
Oleh Comte, skema Turgot disebut sebagai hukum mendasar (great fundamental law) yang secara pasti memengaruhi keseluruhan perkembangan intelektual manusia dalam seluruh bidang pengetahuan.
Sebenarnya kata positive tidak hanya digunakan oleh Comte. Kata ini telah umum digunakan pada abad delapan belas, khususnya pada paruh kedua. Namun Comte adalah orang yang bertanggung jawab atas penerapan positivisme pada filsafat. Filsafat positivistik ini dibangun berdasarkan dua hal, yaitu filsafat kuno dan sains modern (baca: capaian sains hingga zaman Comte). Dari filsafat kuno, Comte meminjam pengertian Aristoteles tentang filsafat, yaitu konsep-konsep teoritis yang saling berkaitan satu sama lain dan teratur. Dari sains modern, Comte menggunakan ide positivistik a la Newton, yakni metode filsafati yang terbentuk dari serangkaian teori yang memiliki tujuan mengorganisasikan realitas yang tampak. Sebagaimana diakui Comte sendiri, ada kemiripan antara antara filsafat positivistik (philosophie positive) dan filsafat alam (natural philosophy) di Inggris. Pemilihan terhadap filsafat positivistik sebagai nama bagi sistem pemikiran yang dibangunnya karena filsafat positivistik hanya mencoba untuk menganalisis efek dari sebab-sebab sebuah fenomena dan menghubungkannya satu sama lain.
PENGARUH POSITIVISME COMTE.
Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte bagi banya filososf, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib.Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887 merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum.
KRITIK ATAS POSITIVISME.
Dalam sejarahnya, positivisme dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap segala sesuatu dengan menyatakan bahwa semua ”proses dapat direduksi menjadi peristiwa-peristiwa fisiologis, fisika, atau kimia” dan bahwa ”proses-proses sosial dapat direduksi ke dalam hubungan antar tindakan-tindakan individu” dan bahwa ”organisme biologis dapat direduksi kedalam system fisika”. Kritik juga dilancarkan oleh Max Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini didasarkan atas dua hal, ketidaktepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan produk dari kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti. Kritik kedua menunjuk positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif. Karakter konservatif ini membuatnya populer di lingkaran politik tertentu.
Akibatnya, makna keilmuan selalu bersifat "pragmatis” dan menjadi suatu pilihan sebagai alat (instrumen). Comte untuk itu, berusaha mengkategorikan ilmu dalam enam kategori kegunaan yang sifatnya praktis, yaitu:
a)    Comte menempatkan ilmu pasti (matematika) sebagai dasar bagi ilmu pengetahuan. Comte dengan begitu yakin menyatakan bahwa hanya ilmu pastilah yang merupakan satu-satunya ilmu yang mempunyai kedudukan obyektif. Hal ini disebabkan ilmu pasti memiliki sifat yang tetap, terbatas pada akal, dan pasti melalui apa yang dilakukan dalam penyajian "kalkulus"-nya. Menurutnya, melalui metode-metode ilmu pasti, orang akan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan dalam tingkatnya yang "tepat dan sederhana" namun obyektif (terukur secara pasti).
b)   Ilmu perbintangan (astronomi) yang berfungsi menyusun hukum-hukum ilmu pasti tersebut di atas dalam hubungan dengan gejala benda-benda langit. Semua itu berhubungan dengan cara-cara menerangkan bagaimana bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak benda-benda langit seperti bintang, bumi, bulan, atau planet-planet lain yang semuanya berhubungan dengan observasi langsung si subyek.
c)    Ilmu alam (fisika). Menurutnya, melalui observasi dan eksperimen, ilmu-ilmu fisika atau ilmu alam menunjukkan hubungan-hubungan yang mengatur sifat umum benda yang dikaitkan dengan masa. Hubungan-hubungan tersebut berada dalam keadaan yang memungkinkan molekulnya tidak berobah sebagai suatu himpunan. Selanjutnya, Comte juga berusaha dengan hukum ilmu fisika ini untuk meramalkan secara tepat semua gejala yang dapat ditunjukkan oleh suatu benda yang dalam keadaan tertentu. Kegunaan paktis ilmu alam atau fisika ini, karena sifat keteramalannya atas realitas obyeknya yang bersifat tetap dan tidak berubah atau bergonta-ganti.
d)   Ilmu kimia (chemistry) yang berfungsi untuk membuktikan adanya keterkaitan yang luas di antara ilmu-ilmu seperi dalam ilmu hayat (biologi) dan bahkan dengan sosiologi. Hubungan ini tentu lebih luas dari ilmu alam. Metode yang digunakan dalam bidang ini adalah observasi dan ekperimentasi.
e)    Ilmu hayat (fisiologi atau biologi). Jelasnya, pada tingkat ini, ilmu telah berhadapan secara langsung dengan gejala-gejala kehidupan sebagai unsur yang lebih kompleks. Umumnya, perkembangan ilmu pada tahap ini disertai dengan adanya perobahan, karenanya, belum mencapai tahap yang tetap sebagai ilmu positif.
f)    Ilmu tertinggi dalam ilmu positif yaitu ilmu fisika sosial (sosiologi). Fisika sosial berfungsi untuk menghadapkan ilmu pada hakikat kehidupan yang lebih kompleks, lebih konkret, dan lebih khusus dalam ikatan dengan suatu kelompok manusia. Menurut Comte, fisika sosial atau sosiologi merupakan suatu bidang yang meliputi segi-segi yang statis maupun dinamis mengenai masyarakat. Justru itulah, Comte menunjukkan bahwa metode yang terbaik untuk ini adalah observasi. Alasannya, setiap pengetahuan selalu meminta kesaksian dan pembuktian yang jelas dan langsung. Berdasarkan penggolongan di atas, Comte hendak menegaskan bahwa perkembangan ilmu pengatahuan tidak akan menuju ke alam teori murni tetapi pragmatis dalam arti positif, yaitu: nyata, bermanfaat, pasti, tepat, dan teramati. Windelband, di kemudian hari, mengikuti pola pembagian ilmu dimaksud dengan menunjukkan adanya dua golongan ilmu, yaitu; ilmu-ilmu alam sebagai nomotetik dan ilmu-ilmu kebudayaan sebagai idiografik. Windelband, untuk itu, mendukung pandangan bahwa ada dua tipe dasariah ilmu dengan suatu perbedaan jenis yang nyata di antara keduanya.


F.     Aliran atau faham dalam filsafat
1.      Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya adalah David Hume, George Berkeley dan John Locke.
2.      Filsafat analitik
Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jadi filsafat analitik memang mirip dengan filsafat sains.
3.      Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.
4.      Hermeneutika 
Hermeneutika (bahasa Yunani: Ερμηνεύω, hermēneuō: menafsirkan) adalah aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah melalui percobaan. Kata tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitologi Yunani yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini juga dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian. Hermeneutika umumnya dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab.
5.      Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah
6.      Idealisme
Idealime adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.
7.      Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme
8.      Anarkisme
Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan.
9.      Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.






















KESIMPULAN
Dalam pembahasan tentang sejarah filsafat barat yang di muali dari socratos, plato, dan teles kita dapat mengetahui tentang pertentangan akal danpikiran dari berbagai ilmuan diatas dan mereka memunculkan faham apa saja yang mereka anggap itu benar tanpa ada kekangan dan ancaman dari fihak manapun. Dikarenakan dalam mengembangkan ilmunya di daerah yjnani terdapat kebewbasan mengeluarkan fikirannya sehingga para filoosof disana dapat memaksimalkan segala curahan dari pola piker mereka dengan seluas-luasnya. Dalam hal ini pembagian keilmuan atau faham terdapat dua pembagian yang di abat yunani kuno terdapat pertentangan antar fahama permindes dan heraklinton, yang dapat saya jabarkan bahwa faham permindes itu adalah faham yang menegaskan suatu ilmu pengetahuan itu tidak akan berubah dan yang mengikuti faham ini adalah plato tentang idealismenya dan r tentang rasionalismenyamereka berpandangan  bahawa ilmu itu tetap sampai sepanjang masa. Sedangkan heraklinto menganggap ilmu itu dapat berubah atau tidak tetap dalam faham ini yang mengikuti adalah aristoteles dengan realismenya dan davit home dengan empirismenya yang menganggap bahwa ilmu itu dapat berubah dalam perdebatan ini  muncullah dua orang yang menengahi yaitu socratos dan Galileo galilei (abad 17)  yang menegahi pertentangan itu dan setelah itu muncullah sosok imanuelkan yang mempunyai faham empirisme dan rasionalismenya yang mebuat suatu gebrakan di era postmo. Dalam era ini imanuel tidak sendiri dia juga ada teman seper juangan yang bernama aguste comte yang mpunyai faham positivismenya.