Kehidupan
manusia dan pendidikan
Manusia tercipta di
dunia , tidak lain dan tidak bukan adalah untuk belajar dan terus belajar.
Tanpa disadari seorang dalam setiap melakukan aktivitasnya terjadilah proses
belajar, yang dilakukan secara tersendiri dan bukan melalui proses pendidikan
formal. Sedangkan proses pendidikan formal adalah proses belajar yang dilakukan
dalam lingkungan sekolah, yang didalamnya terdapat beberapa aspek yaitu
sekolah, pengajar dan peserta didik. Dalam proses belajar dilakukan oleh
pengajar dan peserta didik, yang disebutnya kegiatan belajar mengajar.
Disinilah guru menuangkan atau menyampaikan pengetahuannya kepada peserta didik
dengan sebenar-benar dan seluas-luasnya pengetahuannya. Hal yang demikian
menjadikan pengajar menjadi bayang-bayang bagi para peserta didik, karena
pengetahuan yang dimiliki peserta didik tidak bukan sama dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh guruya. Berbeda dengan pengetahuan filsafat, disana menuntut
siswanya untuk belajar sesuai dengan kemampuannya, memaksimalkan yang dimiliki,
menggali dan terus menggali potensi yang dimiliki dengan belajar dan belajar
baik dengan ada pendamping maupun secara mandiri. Jadi seorang guru tidaklah
harus menjadi sebuah bayang-bayang siswanya, sehingga menuntut kemandirian yang
berbatas. Seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup bisa dikatakan seorang
dewa, dia memiliki kemampuan untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada para
pengikutnya, meluruskan sesuatu yang belum pada posisinya serta menegurnya demi
tercapainya tujuan yang diharapkan bersama. Dalam hal ini seorang dewa bisa
berupa atasan jika dia berada dalam instansi, kepala sekolah ataupun guru jika
dalam lingkungan sekolah, kepala desa jika berada di dalam lingkugan
masyarakat. Seorang dewa pun mampu mengetahui sesuatu dengan hanya melihat
dengan sekilas, kemudian dapat menjawab bahkan menyimpulkan. Itulah
sebenar-benar pengetahuan.
Manusia hidup berada
pada ruang dan waktu, dimana keberadaan ruang ada di waktu dan sebaliknyaa
keberadaan waktu ada di ruang. Inilah dua hal yang saling berkaitan dan sejalan.
Dalam ruang itu ada beberapa bagian dimensi yang memiliki klasifikasi
masing-masing untuk, tidaklah orang berpengetahuan dapat mencapainya. Berasal
dari dalam diri sendiri saja, pastilah manusia memiliki sebuah nama ataupun
sebutan yang diberikan oleh orang tuanya ketika lahir hingga akhir pada
nantinya. Tanpa manusia sadari, nama yang diberikan oleh orang tuanya tidak
sama dengan dirinya ketika lahir, karena perkembangan usia akan tetapi nama
yang dimilikinya tetap tidak mengikuti perkembangan usia. Bisa juga ketika
ketika orang menyebutkan bilangan dua, banyak orang menganggap dua itu beberapa
hal, bisa telinga, bisa mata, bisa tangan, bisa kaki dan segala sesuatu asalkan
berjumlah dua. Karena hal tersebut orang mengerti orang bukan karena orang, mengerti
warna bukan karena warna, mengerti nama bukan karena nama, mengerti bilangan
dua karena bilangan dua dapat berdiri sendiri dan lebih bermanfaat. Inilah yang
disebut dengan ruang dimensi satu berupa singularitas.
Perasaan atau hati
seseorang tidaklah mampu menanggung beban yang begitu berat, terkadang
meluapkan semua perasaannya kepada seseorang dengan lugas dan jelas agar yang
menjadi beban dalam perjalanan hidupnya dapat terasa nyaman. Kenyamanan dan
ketentraman terwujud dengan ada sifat jujur, hal yang kecil namun bermanfaat
bagi kehidupannya nantinya. Menginginkan sesuatu sesuai dengan fitrahnya, tanpa
menambah dan menguranginya sehingga kehidupannya menjadi lurus-lurus aja.
Inilah ruang dimensi dua yang berbentuk bidang datar yang didalamnya terdapat
sifat kejujuran, refleksi dan proyeksi.
Meskipun manusia adalah
makhluk yang paling sempurna jika dibanding dengan makhluk lain, akan tetapi
manusia memiliki keterbatasan terhadap kemauan dan harapan. Kehidupan yang
menuntut tingkat kebutuhan yang terus meningkat, adanya kesempatan yang luas
serta mendapat dorongan sehingga kebanyakan yang terjadi adalah situasi
korupsi. Disana mereka sebenar-benar menjalankan sesuatu yang menjadi
kewajibannya, akan tetapi terkadang mereka terjerumus kedalamnya. Karena di
dunia ini juga berbentuk melengkung, maka setiap hal yang terjadi adalah bidang
melengkung. Hal lain yang terjadi pada setiap perjalanan seseorang menuju ke
arah barat, maka suatu saat mereka akan berada kembali pada suatu titik yang
ditinggalkan. Itulah yang sebenarnya ruang dimensi tiga, berupa
kejadian-kejadian penyimpangan yang dilakukan manusia.
Pengalaman manusia
berasal dari pengalaman a priori dan a posteriori. Dimana pengelaman tersebut
memiliki penerapan yang berbeda-beda. Pengalaman a priori kebanyakan digunakan atau dimiliki oleh seorang anak
dewasa, mereka dapat menghentikan suatu kegiatan tanpa melaksanakan kegiatan
yang didasarkan pada pengalaman yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan
demikian pengalaman yang kurang baik, atau ilmu yang tidak memberi keuntungan
dengan seketika tidak dilakukannya, begitu juga sebaliknya jika pengetahuan itu
baik maka hal tersebut dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya karena
menguntungkan. Sedangkan pengalaman yang bersifat a posteriori kebanyakan digunakan oleh seorang anak kecil. Dengan
melihat sesuatu terlebih dahulu, baru mereka dapat memberikan kesimpulan
terhadap apa yang telah dilakukannya atau dilihatnya, karena pemikirannnya
hanya mampu merekam sesuatu yang telah berjalan dan menyampaikan apa yang telah
ada dalam pikirannya. Hal pengalaman a
priori dan a posteriori harus
didasarkan pada logika dan hati, jadi tidak semua makhluk hidup dapat menjalani
pengalaman a priori maupun a posteriori, hanya manusia yang mampu
memperoleh pengalaman yang sedemikian itu.
Pengetahuan menjadikan
manusia menjadikan sebuah kebanggaan bagi manusia itu sendiri. Pengetahuan itu
memberikan sifat kedewaan bagi manusia dan manusia yang lain, sifat kedewaan
merupakan sifat yang menjadikan dirinya sebagai subjek, sedangkan objek merupakan
segala sesuatu yang digunakan manusia yang menjadi subjek. Objek dapat berupa
pakaian, sepatu, topi dst jika itu merupakan sifat kedewaan bagi dirinya
sendiri, sedangkan objek bagi subjek yang memiliki kuasa antara lain berupa
anak buah atau karyawan. Sebagai seorang subjek dapat melakukan segala sesuatu
yang sesuai dengan keinginannya. Tanpa mengetahui apa yang dirasakan oleh
objek, yang mungkin saja melakukan kegiatanatau tindakan yang semena-mena
terhadap objek. Kemudian dengan kondisi yang seperti ini, seorang objek pun
dapat menjadi subjek atas keinginannya, atas tindakan yang telah dilakukan oleh
si subjek. Objek menyadari bahwa betapa menyakitkannya menjadi sebuah objek,
objek pun bisa menjadi seorang subjek atas segala sesuatu yang ada dan mungkin
ada yang melekat pada dirinya. Jadi pengetahuan dapat memberikan sifat kedewaan
bagi sifat-sifatnya, sebagai seorang subjek yang mampu memerintah objek
(mengendalikan objek) serta objek pun mampu menjadi subjek berdasar
keinginan-keinginannya.
Dalam aliran itu terdapat beberapa aliran yang digunakan di
Indonesia yaitu aliran yang sesuai dengan gaya pendidikan yang ada disini yaitu
aliran falibisem dan kontruktifisme tapi dalam hal ini falibisem adalah yang
paling menonjol yang digunkan di Indonesia, tapi dalam hal ini Fallibilisme adalah prinsip filosofis bahwa
manusia bisa salah, dengan kata lain Fallibilism menunjukkan bahwa sebuah
pengetahuan tidak bisa dipastikan dengan sepasti-pastinya. Selalu terdapat keraguan
dalam sebuah pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan Indonesia sepertinya ragu
untuk melangkah lebih lanjut tapi memang suatu itu tidak ada yang sempurna ,
tapi kaitannya dengan pendidikan apakah tidak lebih baik memakai kontrutifisme
kalare hal ini lebih mengaju pada pembangunan ilmu atau padangan keilmuan yang
dibangun sendiri oleh para siswa kita hanya memfasilitasi, seperti itu lebih
baik dari pada falibisem karena falibisem ini lebeih menekankan pada siswa itu
sebagai wadah bukan sebgai makluk hidup yang tumbuh dan berkembang karena hakikat
makluk hidup itu adalah tumbuh dan berkembang dengan segala pengaruh yang ada
dengan natifisme, konvergen dan lain –lain sehingga murit ini bisa
mengembangkan bakatnya secara maksimal tanpa ada paksaan dari semua pihak. Dan
pembelajaran untuk para siswa itu adalah dari yang kongkrit ke yang abstrak
karena hal ini menggabarkan situai mereka yang menginginkan sesuatu itu yang
nyata, kalau kita kasih dengan suatu gambaran yang abtrak siswa ini tak bisa
paham. Dalam hal ini pembelajaran harus menggunakan praktek agar lebih mudah
dipahami murdi, karena esensi murit adalah mengetahui dengan jelas suatu barang
yang dipelajari buka Cuma gambaran yang tak konkrit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar