Minggu, 13 Januari 2013

Kehidupan manusia dan pendidikan



Kehidupan manusia dan pendidikan

Manusia tercipta di dunia , tidak lain dan tidak bukan adalah untuk belajar dan terus belajar. Tanpa disadari seorang dalam setiap melakukan aktivitasnya terjadilah proses belajar, yang dilakukan secara tersendiri dan bukan melalui proses pendidikan formal. Sedangkan proses pendidikan formal adalah proses belajar yang dilakukan dalam lingkungan sekolah, yang didalamnya terdapat beberapa aspek yaitu sekolah, pengajar dan peserta didik. Dalam proses belajar dilakukan oleh pengajar dan peserta didik, yang disebutnya kegiatan belajar mengajar. Disinilah guru menuangkan atau menyampaikan pengetahuannya kepada peserta didik dengan sebenar-benar dan seluas-luasnya pengetahuannya. Hal yang demikian menjadikan pengajar menjadi bayang-bayang bagi para peserta didik, karena pengetahuan yang dimiliki peserta didik tidak bukan sama dengan pengetahuan yang dimiliki oleh guruya. Berbeda dengan pengetahuan filsafat, disana menuntut siswanya untuk belajar sesuai dengan kemampuannya, memaksimalkan yang dimiliki, menggali dan terus menggali potensi yang dimiliki dengan belajar dan belajar baik dengan ada pendamping maupun secara mandiri. Jadi seorang guru tidaklah harus menjadi sebuah bayang-bayang siswanya, sehingga menuntut kemandirian yang berbatas. Seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup bisa dikatakan seorang dewa, dia memiliki kemampuan untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada para pengikutnya, meluruskan sesuatu yang belum pada posisinya serta menegurnya demi tercapainya tujuan yang diharapkan bersama. Dalam hal ini seorang dewa bisa berupa atasan jika dia berada dalam instansi, kepala sekolah ataupun guru jika dalam lingkungan sekolah, kepala desa jika berada di dalam lingkugan masyarakat. Seorang dewa pun mampu mengetahui sesuatu dengan hanya melihat dengan sekilas, kemudian dapat menjawab bahkan menyimpulkan. Itulah sebenar-benar pengetahuan.
Manusia hidup berada pada ruang dan waktu, dimana keberadaan ruang ada di waktu dan sebaliknyaa keberadaan waktu ada di ruang. Inilah dua hal yang saling berkaitan dan sejalan. Dalam ruang itu ada beberapa bagian dimensi yang memiliki klasifikasi masing-masing untuk, tidaklah orang berpengetahuan dapat mencapainya. Berasal dari dalam diri sendiri saja, pastilah manusia memiliki sebuah nama ataupun sebutan yang diberikan oleh orang tuanya ketika lahir hingga akhir pada nantinya. Tanpa manusia sadari, nama yang diberikan oleh orang tuanya tidak sama dengan dirinya ketika lahir, karena perkembangan usia akan tetapi nama yang dimilikinya tetap tidak mengikuti perkembangan usia. Bisa juga ketika ketika orang menyebutkan bilangan dua, banyak orang menganggap dua itu beberapa hal, bisa telinga, bisa mata, bisa tangan, bisa kaki dan segala sesuatu asalkan berjumlah dua. Karena hal tersebut orang mengerti orang bukan karena orang, mengerti warna bukan karena warna, mengerti nama bukan karena nama, mengerti bilangan dua karena bilangan dua dapat berdiri sendiri dan lebih bermanfaat. Inilah yang disebut dengan ruang dimensi satu berupa singularitas.
Perasaan atau hati seseorang tidaklah mampu menanggung beban yang begitu berat, terkadang meluapkan semua perasaannya kepada seseorang dengan lugas dan jelas agar yang menjadi beban dalam perjalanan hidupnya dapat terasa nyaman. Kenyamanan dan ketentraman terwujud dengan ada sifat jujur, hal yang kecil namun bermanfaat bagi kehidupannya nantinya. Menginginkan sesuatu sesuai dengan fitrahnya, tanpa menambah dan menguranginya sehingga kehidupannya menjadi lurus-lurus aja. Inilah ruang dimensi dua yang berbentuk bidang datar yang didalamnya terdapat sifat kejujuran, refleksi dan proyeksi.
Meskipun manusia adalah makhluk yang paling sempurna jika dibanding dengan makhluk lain, akan tetapi manusia memiliki keterbatasan terhadap kemauan dan harapan. Kehidupan yang menuntut tingkat kebutuhan yang terus meningkat, adanya kesempatan yang luas serta mendapat dorongan sehingga kebanyakan yang terjadi adalah situasi korupsi. Disana mereka sebenar-benar menjalankan sesuatu yang menjadi kewajibannya, akan tetapi terkadang mereka terjerumus kedalamnya. Karena di dunia ini juga berbentuk melengkung, maka setiap hal yang terjadi adalah bidang melengkung. Hal lain yang terjadi pada setiap perjalanan seseorang menuju ke arah barat, maka suatu saat mereka akan berada kembali pada suatu titik yang ditinggalkan. Itulah yang sebenarnya ruang dimensi tiga, berupa kejadian-kejadian penyimpangan yang dilakukan manusia.
Pengalaman manusia berasal dari pengalaman a priori dan a posteriori. Dimana pengelaman tersebut memiliki penerapan yang berbeda-beda. Pengalaman a priori kebanyakan digunakan atau dimiliki oleh seorang anak dewasa, mereka dapat menghentikan suatu kegiatan tanpa melaksanakan kegiatan yang didasarkan pada pengalaman yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian pengalaman yang kurang baik, atau ilmu yang tidak memberi keuntungan dengan seketika tidak dilakukannya, begitu juga sebaliknya jika pengetahuan itu baik maka hal tersebut dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya karena menguntungkan. Sedangkan pengalaman yang bersifat a posteriori kebanyakan digunakan oleh seorang anak kecil. Dengan melihat sesuatu terlebih dahulu, baru mereka dapat memberikan kesimpulan terhadap apa yang telah dilakukannya atau dilihatnya, karena pemikirannnya hanya mampu merekam sesuatu yang telah berjalan dan menyampaikan apa yang telah ada dalam pikirannya. Hal pengalaman a priori dan a posteriori harus didasarkan pada logika dan hati, jadi tidak semua makhluk hidup dapat menjalani pengalaman a priori maupun a posteriori, hanya manusia yang mampu memperoleh pengalaman yang sedemikian itu.
Pengetahuan menjadikan manusia menjadikan sebuah kebanggaan bagi manusia itu sendiri. Pengetahuan itu memberikan sifat kedewaan bagi manusia dan manusia yang lain, sifat kedewaan merupakan sifat yang menjadikan dirinya sebagai subjek, sedangkan objek merupakan segala sesuatu yang digunakan manusia yang menjadi subjek. Objek dapat berupa pakaian, sepatu, topi dst jika itu merupakan sifat kedewaan bagi dirinya sendiri, sedangkan objek bagi subjek yang memiliki kuasa antara lain berupa anak buah atau karyawan. Sebagai seorang subjek dapat melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Tanpa mengetahui apa yang dirasakan oleh objek, yang mungkin saja melakukan kegiatanatau tindakan yang semena-mena terhadap objek. Kemudian dengan kondisi yang seperti ini, seorang objek pun dapat menjadi subjek atas keinginannya, atas tindakan yang telah dilakukan oleh si subjek. Objek menyadari bahwa betapa menyakitkannya menjadi sebuah objek, objek pun bisa menjadi seorang subjek atas segala sesuatu yang ada dan mungkin ada yang melekat pada dirinya. Jadi pengetahuan dapat memberikan sifat kedewaan bagi sifat-sifatnya, sebagai seorang subjek yang mampu memerintah objek (mengendalikan objek) serta objek pun mampu menjadi subjek berdasar keinginan-keinginannya.
Dalam aliran itu terdapat beberapa aliran yang digunakan di Indonesia yaitu aliran yang sesuai dengan gaya pendidikan yang ada disini yaitu aliran falibisem dan kontruktifisme tapi dalam hal ini falibisem adalah yang paling menonjol yang digunkan di Indonesia, tapi dalam hal ini  Fallibilisme adalah prinsip filosofis bahwa manusia bisa salah, dengan kata lain Fallibilism menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan tidak bisa dipastikan dengan sepasti-pastinya. Selalu terdapat keraguan dalam sebuah pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan Indonesia sepertinya ragu untuk melangkah lebih lanjut tapi memang suatu itu tidak ada yang sempurna , tapi kaitannya dengan pendidikan apakah tidak lebih baik memakai kontrutifisme kalare hal ini lebih mengaju pada pembangunan ilmu atau padangan keilmuan yang dibangun sendiri oleh para siswa kita hanya memfasilitasi, seperti itu lebih baik dari pada falibisem karena falibisem ini lebeih menekankan pada siswa itu sebagai wadah bukan sebgai makluk hidup yang tumbuh dan berkembang karena hakikat makluk hidup itu adalah tumbuh dan berkembang dengan segala pengaruh yang ada dengan natifisme, konvergen dan lain –lain sehingga murit ini bisa mengembangkan bakatnya secara maksimal tanpa ada paksaan dari semua pihak. Dan pembelajaran untuk para siswa itu adalah dari yang kongkrit ke yang abstrak karena hal ini menggabarkan situai mereka yang menginginkan sesuatu itu yang nyata, kalau kita kasih dengan suatu gambaran yang abtrak siswa ini tak bisa paham. Dalam hal ini pembelajaran harus menggunakan praktek agar lebih mudah dipahami murdi, karena esensi murit adalah mengetahui dengan jelas suatu barang yang dipelajari buka Cuma gambaran yang tak konkrit.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar